Dwikorita mengatakan, perubahan iklim global bukanlah kabar bohong dan sekadar ramalan masa depan. Namun, kenyataan yang dihadapi miliaran jiwa penduduk bumi.
“Fenomena tersebut tidak bisa dianggap sebagai sebuah persoalan sepele,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (10/2/2024).
“Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akibat dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan, telah mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tambah Dwikorita.
Dia mengutip pernyataan Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang menyebut tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Di mana, anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat Celcius di atas zaman praindustri.
“Angka ini nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015. Bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Pada tahun 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa,” cetusnya.